Searching Engine

Jumat, 15 Maret 2019

Satgas Hentikan 168 Kegiatan P2P Lending

Satgas Waspada Investasi menghentikan kegiatan 168 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha peer to peer (P2P) lending namun tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari otoritas jasa keuangan (OJK). Satgas juga menghentikan 47 entitas investasi ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat.
“Berdasarkan pemeriksaan pada website dan aplikasi pada Google Playstore, Satgas Waspada Investasi kembali menghentikan kegiatan 168 entitas yang melanggar ketentuan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Fintech Peer-To-Peer Lending) yang berpotensi merugikan masyarakat,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing.

Tongam menjelaskan, kegiatan 168 entitas ini diduga merupakan kejahatan finansial online atau daring yang melanggar peraturan perundang-undangan. Sampai saat ini, jumlah entitas yang diduga melakukan kegiatan finansial daring sebanyak 803 entitas yaitu 404 entitas pada periode 2018 dan 399 entitas pada Januari hingga Maret 2019.
Dikatakannya, penawaran investasi ilegal semakin mengkhawatirkan dan berbahaya bagi ekonomi masyarakat. Pelaku memanfaatkan kekurangpahaman sebagian anggota masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil atau keuntungan yang tidak wajar. Kegiatan dan produk yang ditawarkan tidak berizin karena niat pelaku adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat.

Satgas minta kepada masyarakat selalu berhati-hati dalam menggunakan dananya. Jangan sampai tergiur dengan iming-iming keuntungan yang tinggi tanpa melihat risiko yang akan diterima. Menurut Tongam, satgas secara berkesinambungan melakukan tindakan preventif berupa sosialisasi dan edukasi agar masyarakat terhindar dari kerugian investasi ilegal.

“Peran serta masyarakat sangat diperlukan, terutama untuk tidak menjadi peserta kegiatan entitas tersebut dan segera melaporkan apabila terdapat penawaran investasi yang tidak masuk akal. Penanganan yang dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang telah menyampaikan laporan atau pengaduan,” katanya.

Satgas mengimbau masyarakat agar sebelum melakukan investasi untuk memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan. Selain itu, memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar.

Serta memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi mengenai daftar perusahaan yang tidak memiliki izin dari otoritas berwenang dapat diakses melalui Investor Alert Portal pada www.sikapiuangmu.ojk.go.id. Jika menemukan tawaran investasi yang mencurigakan, masyarakat dapat menanyakan atau melaporkan kepada Kontak OJK 157, email konsumen@ojk.go.id atau waspadainvestasi@ojk.go.id.

Meski banyak yang dihentikan operasinya, nyatanya fintech cukup memberikan dampak ekonomi yang cukup. Hingga Januari 2019 akumulasi pinjaman tercatat Rp25,9 triliun, dengan total pinjaman Rp5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120 rekening.

Maka dari itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso berharap perkembangan industri finansial berbasis teknologi atau "Tekfin" yang sangat pesat bisa dimanfaatkan untuk kepentingan perekonomian nasional dan masyarakat, dengan tetap mengutamakan aspek perlidungan konsumen. Menurut dia, perkembangan "tekfin" atau yang akrab dikenal sebagai "fintech" seharusnya bisa memiliki banyak manfaat di Indonesia mengingat tingkat inklusi keuangan nasional yang masih rendah.

Dengan jumlah penduduk yang besar dan demografi penduduk yang tersebar, tingkat inklusi keuangan pada tahun 2016 sebesar 67,8 persen. "Perkembangan fintech adalah keniscayaan, untuk itu OJK mengarahkannya agar bermanfaat untuk perekonomian nasional dan kepentingan masyarakat luas serta mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat," katanya.

Menurut hasil riset Bank Dunia, sebanyak 20 persen kenaikan inklusi keuangan melalui adopsi layanan keuangan digital akan menyediakan tambahan 1,7 juta pekerjaan, bahkan lebih di negara berkembang. Indonesia juga memiliki modal besar untuk mendukung perkembangan fintech yaitu jumlah masyarakat kelas menengah yang mencapai 45 juta orang, serta total pengguna internet yang mencapai 150 juta.

Untuk mendorong manfaat fintech, OJK telah menyediakan kerangka pengaturan dan pengawasan yang memberikan fleksibilitas ruang inovasi namun tanpa mengorbankan prinsip-prinsip transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness (TARIF). Fleksibilitas itu dilakukan antara lain melalui penyediaan payung hukum inovasi keuangan digital dan pengaturan per produk seperti layanan inovasi keuangan keuangan digital, layanan digital banking, peer to peer lending dan equity crowdfunding.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar